BANDARLAMPUNG : Provinsi
Lampung terpilih sebagai salah satu lokasi penelitian "Enhaching Community
Based Commercial Foresty in Indonesia". Penelitian yang dilakukan
oleh Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan bekerjasama dengan University of Sunshine Coast Queensland Australia
dan Universitas Gadjah Mada ini berkaitan dengan perkembangan sertifikasi kayu
rakyat.
Penelitian ini
dilakukan di Provinsi Lampung dan Kabupaten Gunung Kidul (DIY), Kabupaten
Pati (Jawa Tengah), Kabupaten Bulukumba (Sulawesi Selatan),
Provinsi Gorontalo, dijelaskan Gatot Ristanto, Kepala Bidang Kerjasama
dan Desiminasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, Kebijakan,
dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Syaiful Bachri, Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung mengapresiasi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang memilih Lampung sebagai salah satu lokasi penelitian. Hal ini
sangat mendukung upaya Pemerintah Provinsi dalam perbaikan lingkungan dan
peningkatan ekonomi masyarakat.
Kayu Rakyat memiliki
potensi tinggi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan di Lampung.
Terlebih bagi kayu yang telah memiliki sertifikasi kayu atau dalam proses
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Penelitian diawali
dari Focus Group Discussion Sertifikasi Kayu Rakyat, Selasa, 8 Agustus 2017 di
Ruang Rapat Utama Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Selanjutnya dilanjutkan
dengan peninjauan lapangan di kelompok tani hutan rakyat dan industri kayu pada
hari rabu hingga sabtu.
Lampung sudah lama
melakukan upaya pengembangan hutan rakyat, baik dengan bekerjasama dengan
industri, juga yang difasilitasi oleh Pemerintah baik Pusat maupun Provinsi.
Pemerintah Provinsi Lampung menggalakkan penanaman pohon dengan Instruksi
Gubernur Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Gerakan Lampung Menghijau (Gelam).
Focus Group Discussion
diikuti oleh 40 orang berasal dari pelaku baik kelompok tani/usaha,
koperasi, industri, Perguruan Tinggi, LSM, Dinas Koperasi UMKM, Dinas
Perindustrian, Dinas Kehutanan, KPH, serta Kementerian LHK dan CIFOR.
0 komentar: